Hidup dengan kondisi kronis adalah sulit pada setiap tahap kehidupan, khususnya berkaitan dengan HIV / AIDS, kondisi yang memunculkan stigma diskriminasi begitu banyak dan yang mungkin menjadi faktor yang memberatkan ketika hal itu terjadi selama masa remaja.

Masa remaja adalah tahap dalam proses pertumbuhan dan perkembangan, tanda-tanda kunci perubahan fisik dan psiko-emosional, yang saling berhubungan dengan budaya, hubungan sosial, agama dan hal-hal lain. Tahap dipandang sebagai fase turbulensi, penemuan, pengambilan keputusan dan konflik internal dalam pencarian identitas dan kedewasaan, tapi cenderung diperburuk ketika itu semua dikaitkan dengan penyakit yang karakteristik kronis.

Sulit bagi remaja dan semua orang untuk menerima penyakit ini, karena selain perubahan dan konflik pada diri sendiri, memiliki kondisi kronis seakan menimbulkan konflik pada lingkungan sosial mereka, kegiatan sehari-hari, seksualitas dan hubungan dengan orang lain, sampai keterbatasan psikologis.

Keterbatasan ini diperburuk ketika penyakit yang tidak dapat disembuhka, menular dan ditularkan oleh ibu, yang dalam kasus AIDS, dapat menimbulkan stigma dan diperlakukan dengan prasangka dan diskriminasi .

Penelitian dan kisah ini bertujuan supaya kita semua lebih menghargai, menyayangi dan peduli terhadap Hidup.

----------------

Sebuah kisah dari seorang penderita penyakit HIV/AIDS.
"Hidup dengan Harapan-Dalam Situasi Mengerikan" sebagai ODHA

Doni, 25 Tahun (bukan nama asli, dia tidak mengizinkan nama sebenarnya ditampilkan)
Doni mengetahui bahwa dirinya menderita penyakit ini di usia 23 tahun. Diketahui bahwa, Doni di usia remaja sering memakai obat-obatan dan penggunaan jarum suntik. Penyesalan itu datangnya dibelakang. Sekarang dia lebih banyak menghabiskan waktu untuk ibadah dan memperbanyak kegiatan positif dalam hidup. Karena mengetahui bahwa hidupnya tidak akan lama lagi.

Mengetahui bahwa hidupnya tidak lama lagi, dipergunakan juga untuk memberikan sosialisasi terhadap keluarga dan teman-teman disekitarnya betapa tidak menyenangkan hidup di situasi mengerikan. tetap semangat bekerja, meskipun tidak berkeluarga, menurut Doni karena dengan berkeluarga bisa menyakiti dan membunuh orang lain, apalagi anaknya anti yang tumbuh dengan HIV dari lahir. Doni bekerja dirumah membantu orang tua.


Tahap Awal
Doni lahir dari keluarga kurang mampu, dengan keadaan itu dia mencari kehidupan sendiri pada usia remaja. Dalam masa pencarian itu, dia salah mengambil arah yang akhirnya menyebabkan dia terinfeksi HIV. Dari pemakaian obat-obatan dan jarum suntik yang bergantian dengan teman-temannya (mungkin sudah terinfeksi ratusan HIV).

Itu Doni lakukan selama bertahun-tahun, yang pada fase dimana Doni merasakan ada perubahan dalam dirinya, dia melakukan beberapa kali Check Kesehatan. pada pemeriksaan yang terakhir, dengan pendekatan secara psikologis dokter mememberitahukan bahwa Doni mengidap penyakit HIV. Ketika Doni diberitahu, reaksi pertamanya adalah mungkin suatu hal yang cukup umum, ketika kita berhadapan dengan sesuatu yang tidak dapat ditangani. Doni membantah bahwa dia Positif HIV dan merasa tidak percaya dari hasil pemeriksaan.

Diterima atau tidak hasil pemeriksaaan itu, Doni menyadari sepenuhnya dari apa yang telah dia perbuat dimasa mudanya dan ini sebuah awal dari perjalanan hidup yang mengerikan. Doni mengatakan
"HIV itu tidak memiliki gejala luar, jadi kita tidak benar-benar bisa menyadarinya dan ketika sudah positif, timbul perubahan fisik secara signifikan. Dari awal saya periksa, dokter hanya mengatakan saya baik-baik saja, ya, mungkin itu digunakan supaya saya tidak langsung Stress. Sampai sekarang pun dokter mengatakan kalau saya masih baik-baik saja dan saya sendiri bersiap diri menunggu kapan saat itu tiba dengan memperbanyak amal ibadah".

Penolakan
Setiap orang pasti tidak percaya dan menolak bahwa dirinya Positif HIV, begitupun dengan Doni. Yang ada dipikirannya hanya Penolakan, tidak percaya dan penyesalan. Tapi, itu semua tidak akan merubah keadaan, karena semua sudah terjadi. Jika terus melakukan penolakan, maka tidak akan ada upaya untuk menyembuhkan, boleh dikatakan pasrah begitu saja.

Doni mengatakan bahwa :"Jika saya terus menyangkal fakta bahwa saya positif HIV, mungkin saya tidak akan mengambil keputusan untuk berupaya menyembuhkan dan pencegahan yang tepat agar tidak menulari orang lain. Karena saya bisa melukai dan bahkan membunuh seseorang hanya dengan setetes darah saya ini. Biarkan saya sendiri yang merasakan keadaan mengerikan dan menyakitkan seperti ini."

Dengan penolakan terus menerus dapat menyebabkan kerugian pada diri sendiri dan orang lain. Doni hanya bisa berbuat lebih baik agar tidak menyakiti orang lain dan lebih memahami arti hidup dalam situasi yang mengerikan.

Penolakan itu hanya sia-sia, ketika Doni menyangkal positif HIV/AIDS, itu tidak dapat merubah situasi yang mengerikan, bahkan akan tambah mengerikan dan menyakitkan serta menunjukkan gejala dari penyakit. Saat keadaan Doni sakit, pucat, berat badan turun, batuk kering, deman terus menerus, kulit gatal-gatal, pembengkakan kelenjar pada bagian tubuh tertentu dan tidak nafsu makan dari situ Doni tidak akan bisa menolak bahwa positif HIV. karena itu sangat nyata dan jelas dari gejala yang ditunjukkan oleh tubuh Doni.

Doni
"Penolakan itu bukan lagi sebuah pilihan, jadi saya harus menerima dan berusaha menangani dari apa yang saya alami. Dulu pertama kali, saya menyalahkan orang, menyalahkan teman-temanku dulu, supaya mereka minta maaf sama saya. Tapi, setalah saya berfikir dan menyadari itu hanya tindakan yang sangat bodoh karena saya menyalahkan orang lain dalam masalah saya ini. Dulu, karena pergaulan saya sendiri yang salah, bukan karena orang lain. saya menyadari itu dan menerima, Ya, akibatnya seperti ini."


Emosional (Kemarahan)
"sering kali saya marah hanya karena sedikit kesal, mungkin ini, ya, ada hubungannya dengan penyakit yang saya derita, sedikit tertekan. Tapi, saya masih bisa mengendalikan emosi, karena kalau tidak bisa bertindak secara rasional dan bisa melukai orang yang saya cintai yaitu orang tua. Untuk mengatasi kesal agar amarah meledak, saya hanya bisa menangis. Karena saya pikir dengan menangsi saya bisa lebih tenang dan tidak bertindak emosional. Ya, sering kali saya menangis, sampai-sampai ibu saya pun ikut menangis." Ujar Doni.

Sekarang siapa yang tidak marah, ketika kesal dan ditambah situasi seperti Doni. Kesal, Marah campur aduk jadi satu,,,,, tidakbisa dibayangkan!

Doni : "Pernah pada suatu hari, Saat saya di kamar, pada kondisi saya semakin buruk, berat badan turun drastis, saya berteriak memaki teman-teman saya dulu, sampai sempat memaki Tuhan. Sambil memukuli dinding kamar. Kemudian Bapak saya masuk dan menutup pintu, bapakku menenangkanku dan berkata "Kamu tahu Don, Bapak tidak bisa membantumu, Ibu tidak bisa membantumu, Dokter juga tidak bisa membantumu dan satu-satunya yang bisa membantumu sekarang hanya Tuhan. Jadi, tidak ada gunanya kamu marah, memaki-maki, Tapi kamu harus lebih mendakatkan diri sama Tuhan, minta penyembuhan." Setalah bilang seperti itu, bapakku keluar dari kamar".

Di sini Doni lebih tenang dari sebelumnya, karena amarah itu tidak akan menghasilkan apa-apa justru akan merugikan. Doni sadar, bahwa tidak ada yang bisa menyembuhkan kecuali Tuhan.

"Setelah mendengar omongan bapakku, saya langsung berlutut, nangis, meminta apun karena telah memaki serta berdoa memohon dan minta penyembuhan sama Tuhan" kata Doni''

Tuhan adalah Maha Penolong. Manusia hanya perantara untuk menyembuhkan. Bagi Doni sekarang Penolakan, Amarah tidak ada gunanya, lebih penting untuk beribadah minta penyembuhan dan berobat, terapi secara rutin. Disini, orang tua Doni terus memberikan semangat, begitu pula teman-temannya yang sekarang ini. Yang dulunya seakan mendiskriminasikan, sekarang mereka para teman dan tetangga lebih paham akan yang dialami Doni. Meskipun begitu Doni masih tetap pada tindakan hati-hati supaya tidak menular dan menyakiti mereka.

Doni "Saya sangat bersyukur, karena keluarga, teman dan tetangga masih memperhatikan saya, memberikan semangat hidup. Mungkin kalau tidak saya bisa lebih sakit dengan penyakit ini, sempat pula terpikir untuk bunuh diri. dan itu disadarkan teman saya. Terima buat kalian semua."


Mengatasi Ketakutan
Ketakutan hal yang selalu melekat pada Doni, terkadang membuat Doni takut mati karena tau penyakit ini tidak bisa disembuhkan dan akan cepat merenggut nyawanya. Tapi, ini tidak bisa dipungkiri contoh, Ketika kita sakit flue berat disertai meriang, tidak nafsu makan atau kena types lah, terkadang ketakutan itu selalu ada. Betul kan!

Disini, Doni mengambil perspektif baru, percaya Tuhan selalu bersamanya.
"Saat mau tidur, saya tidak lagi mengkhawatirkan apakah saya akan hidup di hari esok. Saya paham, Karena kematian pasti terjadi bagi setiap manusia, yang lebih utama dari itu semua adalah Iman kita. Dalam kondisi saya seperti ini, lebih mendekatkan diri sama Tuhan". kata Doni.

Bagi Doni, ketakutan bisa diatasi dengan lebih mendekatkan diri sama Tuhan. berdoa, mohon ampunan dan penyembuhan. Jika ketakutan dibiarkan bernaung dipikiran, maka bisa berakibat lebih buruk, sedangkan keadaan Doni sekarang sudah mengerikan. Tidak tau apa jadinya jika ketakutan terus dibenak doni ditambah dengan penyakit yang menyiksa itu.

Doni "Segala upaya saya coba, mulai berobat, terapi, dan apapun itu yang menawarkan kesembuhan dari penyakit yang saya derita, saya coba semua dan Saya lebih yakin dengan Tuhan yang akan menyembukan. Tuhan Maha Mengasihi".


----------------
Hidup dalam situasi seperti itu memang sulit dalam setiap kehidupan dan diperburuk bila masa remaja sudah mengkonsumsi obat-obatan sampai penggunaan jarum suntik. Ketika Penyakit AIDS menular dan tidak bisa disembuhkan, Tidak ada lagi yang bisa diperbuat yang ada hanya "Penyesalan, Penolakan, Amarah". Penyakit AIDS itu cepat merenggut nyawa seseorang yang terinfeksi penyakit tersebut.

Beberapa pelajaran sangat berharga yang dapat kita ambil dari kisah Doni, Terutama buat Remaja, Ingat HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan. Jangan melakukan tindakan yang berakibat tertularnya penyakit HIV/AIDS.

Pesan Doni "Buat para remaja saat ini, pesan saya : jangan sekali-kali pakai obat, jarum suntik dan apapun itu sejenisnya. kalau sudah terinfeksi seperti saya ini, penyesalan itu dibelakang, tidak ada lagi yang bisa diperbuat, seakan harapan hidup sudah sirna, yang terbayang-bayang hanyalah kegelapan didepan mata dan menangis. HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan. dan Bagi yang sudah terinfeksi, jangan putus asa, berusaha dan berdoa Pada Tuhan untuk penyembuhan".

Demikian kisah dari Orang dengan HIV/AIDS semoga dapat menjadi pelajaran bagi kita semua, untuk menjalani hidup kedepan lebih indah dan kita beri dukungan semangat hidup untuk penderita HIV/AIDS karena mereka juga manusia yang mempunyai hak yang sama.


Hidup Sebagai ODHA - "Perjuangan Untuk Tetap Hidup atau Tidak Untuk Selamanya"


Mohamad Fauzi - Banyuwangi - Jawa Timur

Daftar Isi

Followers